Media Sosial = Sarana Strategis Perdagangan Satwa Liar ?

pasar_burungPerdagangan satwa liar kini kian marak dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, terutama media sosial. Termuat dalam Kompas.com, beberapa perdagangan satwa liar dilakukan secara online.

Baru-baru ini, 01/08/2015 BKSDA Aceh menyita beberapa jenis satwa dilindungi saat akan dijual ke Medan Sumatera Utara, yakni tiga bayi orangutan sumatera (Pongo abelii), dua ekor elang bondol (Haliastur indus), satu ekor kuau raja (Argusianus argus), dan satu awetan macan dahan (Neofelis diardi).

Satwa-satwa dilindungi ini dijual secara online melalui facebook dengan akun Habitat Aceh. Menurut hasil penelusuran, secara terang-terangan pedagang menyatakan menerima pesanan, bahkan menurut indikasi salah satu post, satwa yang dijual diperoleh dengan menggunakan senapan bius.

Dalam penyitaan ini BKSDA Aceh bekerjasama dengan beberapa instansi, yaitu Polda Aceh, Orangutan Information Centre (OIC) dari Medan-Sumatera Utara, dan Centre for Orangutan Protection (COP). Kasus serupa juga terjadi di Sulawesi Utara dan Garut. Juli 2015 lalu, BKSDA Sulawesi Utara mengungkap perdagangan satwa liar secara online. Satwa yang diperdagangkan diantaranya kuskus (Ailurops ursinus) dan monyet hitam sulawesi (Macaca Nigra) Februari 2015, Jakarta Animal Aid Network (JAAN) dan Center for Orangutan Protection juga menyita 14 jenis fauna langka yang akan diperdagangkan melalui facebook, diantaranya beruang madu (Helarctos malayanus), orangutan (Pongo sp.), kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea), dan burung kasuari (Casuarius sp.).

Perdagangan satwa kini seakan dipermudah dengan adanya media sosial, seperti kata Irma Hermawati dari Wildlife Crime Unit Wildlife Conservation Society (WCS) kepada Kompas.com, “Kondisi sekarang sudah darurat satwa. Tiap detik orang posting jual satwa.” Dikutip dari perspektif.com, Desember 2013, hasil wawancara kepada Irma. Saat ini perdagangan satwa liar semakin canggih dengan maraknya teknologi media sosial seperti e-comerce dan BBM. Perdagangan satwa liar berlangsung seperti dalam jual beli online lainnya dimana pembeli hanya tinggal transfer uang. “Semua jenis transportasi digunakan oleh para mafia satwa dengan sangat mudah karena ada peran „permainan‟ antara para pihak yang membantu proses pengiriman satwa melalui jalur belakang”, imbuhnya. Menurut Irma, untuk mengatasi perdagangan satwa liar diperlukan kerja sama dari semua pihak, tidak hanya murni kementrian kehutanan. Harus ada aparat kepolisian dan TNI, karena NGO (Non Government Organizations) tidak memiliki wewenang untuk menyita dan menangkap.

Menurutnya, regulasi yang ada di Indonesia sudah tidak ideal lagi. “Regulasi yang ada di Indonesia saat ini sudah jompo dan ompong. Ancaman hukumannya hanya penjara maksimal lima tahun dan denda 100 juta rupiah. Dengan keuntungan besar yang diperoleh, para mafia ini mampu membayar denda tersebut.” imbuhnya.

Kepada Kompas.com Irma mengatakan bahwa yang terpenting adalah menjadikan isu satwa menjadi isu nasional dengan membentuk task force. Langkah progresif harus dilakukan oleh KLHK agar jaringan perdagangan satwa online lebih banyak terungkap, seperti bekerjasama dengan media sosial seperti facebook, e-comerce, revisi UU ITE dengan memasukkan larangan perdagangan satwa liar, serta kerjasama dengan jasa kirim. Selain itu, menurut Chairul Saleh, Conservation Science for Flagship Species Coordinator WWF-Indonesia (WWF.or.id, Desember 2012), salah satu hal terpenting untuk mengurangi perdagangan satwa liar adalah melalui kesadaran masyarakat. Jika masyarakat sadar dengan tidak memiliki keinginan untuk membeli dan memelihara satwa liar maka perdagangan ilegal satwa liar akan berkurang.

Penanganan akan semakin canggih dengan mengembangkan teknologi. Termuat dalam Nationalgeographic.co.id. Mei 2015 lalu, Badan Bantuan Pengembangan Internasional Amerika atau U.S. Agency for International Development (USAID) meluncurkan kompetisi pembuatan aplikasi yang inovatif untuk memerangi perdagangan satwa liar dengan hadiah senilai 500.000 dolar. Program ini merupakan kemitraan dengan National Geographic, Smithsonian Institution, dan jaringan pemantauan perdagangan satwa liar TRAFFIC.

Leave a Reply

Your email address will not be published.