Kawasan konservasi di Masa Pandemi, mungkinkah dikunjungi?

Awal tahun 2020, virus corona jenis baru yang oleh WHO disebut Coronavirus Disease (COVID-19) telah menyerang masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Maret 2020, WHO mengumumkan virus ini sebagai pandemi. Pembatasan interaksi fisik dan penutupan/penghentian sementara berbagai sektor dilakukan Indonesia sebagai upaya memperlambat penyebaran virus yang dapat ditularkan dari manusia satu ke manusia lain melalui lendir dan tetesan yang dikeluarkan melalui batuk atau bersin. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akhirnya mengambil langkah antisipasi dengan menutup 56 kawasan konservasi untuk kepentingan kunjungan wisata. Pada akhirnya, langkah tersebut berkonsekuensi pada permasalahan menurunnya perekonomian Indonesia termasuk hilangnya pendapatan dari kunjungan ke kawasan konservasi.

Taman Nasional Komodo yang popular sebagai satu dari 7 keajaiban dunia menjadi salah satu kawasan konservasi yang terdampak oleh situasi tersebut. Dalam catatan BPS tahun 2018 lalu, kunjungan ke Taman Nasional Komodo mencapai lebih dari 150 ribu pengunjung. Bahkan berdasarkan data Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), realisasi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) hingga akhir tahun 2018 mencapai sebesar Rp 33,16 Miliar. Angka ini merupakan angka tertinggi dibandingkan kawasan konservasi lainnya. Penerimaan negara itu diperoleh dari hasil pembelian tiket wisatawan yang masuk ke Pulau Komodo maupun tiket treking, berselancar, dan menyelam. Pada tahun 2019, tercatat sebanyak 221.703 pengunjung yang terdiri dari 77.635 wisatawan nusantara dan 144.068 wisatawan mancanegara. Penutupan Taman Nasional Komodo karena pandemic menjadi penyebab berhentinya pasokan PNBP yang cukup besar tersebut. Data kunjungan wisata menunjukkan pada bulan Mei 2020 hingga Juni 2020, tidak tercaatat satu kunjungan wisatapun ke Taman Nasional Komodo.

Sebagai upaya bangkit dari keterpurukan karena pandemic, pada Mei 2020, Presiden RI, Joko Widodo mengenalkan istilah new normal  yang kemudian diperbaiki menjadi istilah “adaptasi kebiasaan baru”. Masih dengan kampanye menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak sebagai kebiasaan hidup yang baru,  pemerintah mulai membuka kesempatan kegiatan agar perekonomian kembali berjalan normal. Perlahan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mulai menyiapkan strategi membuka kembali kunjungan wisata di kawasan konservasi. Pada 23 Juni 2020 KLHK mengeluarkan SK.261/MENLHK/KSDAE/KSA.0/6/2020 tentang Kebijakan Reaktivasi Secara Bertahap Di Kawasan Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TWA), dan Suaka Margasatwa untuk Kunjungan Wisata Alam pada Masa New Normal Pandemi Corona Virus Disiease 2019 (COVID-19). SK tersebut berisi penetapan pembukaan kawasan wisata atau reaktivasi TN/TWA/SM selama masa normal baru dengan pelaksanaan pembukaan atau launching yang disesuaikan dengan tata waktu yang telah disusun oleh masing-masing pengelola. Terdapat 29 Kawasan Konservasi yang segera dibuka, termasuk Taman Nasional Komodo.

Membuka kembali kunjungan di kawasan konservasi pada situasi pandemi bukanlah hal yang mudah. Seperangkat strategi perlu disiapkan untuk meningkatkan kunjungan kembali. Hal terpenting adalah strategi memperoleh kembali kepercayaan konsumen bahwa kawasan konservasi aman dan nyaman dikunjungi selama pandemi. Berikutnya, strategi kunjungan juga perlu disiapkan untuk menjawab beberapa pertanyaan terkait kebutuhan konsumen. Secara mendasar, kebutuhan konsumen pariwisata meliputi beberapa hal seperti a) kebutuhan fisiologis, sebagai kebutuhan dasar; b) aktualisasi diri; c) pencarian variasi; d) apresiasi dan e) keamananan. Pada masa normal (sebelum pandemi), kebutuhan konsumen pariwisata cenderung pada kebutuhan fisiologis, namun kebutuhan konsumen pariwisata pada Pandemi COVID-19 perlu dipastikan.

Balai Taman Nasional Komodo menyiapkan beberapa protokol kunjungan wisata. Model komunikasi yang dipilih untuk mensosialisasikan prinsip-prinsip berkunjung ke Taman Nasional Komodo pada masa pandemi adalah menggunakan media sosial. Akun instagram resmi Balai Taman Nasional Komodo (@komodo_national_park) menjadi salah satu pilihan. Protokol kunjungan wisata disosialisasikan dalam bentuk video yang menarik dan mudah dipahami. Protokol tersebut diantaranya berisi pemberitahuan untuk mengenakan masker, menunjukkan dokumen-dokumen pendukung, melakukan pemeriksaan suhu tubuh, mematuhi time entry, himbauan menjaga jarak sejauh 1 meter, mencuci tangan sebelum beraktifitas, membawa hand sanitizer, membawa botol minum pribadi, mematuhi naturalist guide, dan menjaga jarak 1 meter saat berjemur di pantai.

Pembukaan kembali Taman Nasional Komodo disosialisasikan dalam beberapa fase dan tahapan dan dicontohkan oleh staff Taman Nasional Komodo yang selalu mematuhi protokol kesehatan selama berada di kawasan Taman Nasional Komodo. Pertanyaan menarik berikutnya adalah, bagaimana respon masyarakat terhadap upaya komunikasi tersebut? Bagaimana persepsi calon pengunjung mengenai kebijakan kunjungan di masa pandem? Pertanyaan tersebut coba dijawab dalam sebuah penelitian oleh Devi Candra Lestari, seorang mahasiswi S1 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada bersama dosen pembimbing Kristiani Fajar Wianti, S.Hut., M.Si dan Mukhlison, S.Hut., M.Sc. Hasil penelitian disampaikan dengan judul “Persepsi Pengunjung tentang Kebijakan Adaptasi Kebiasaan Baru Selama Masa Pandemi COVID-19 di Taman Nasional Komodo”. Indikator yang digunakan untuk mengetahui persepsi calon pengunjung adalah indikator kognitif (pengetahuan, pandangan, keyakinan), afektif (emosi senang dan tidak senang), dan konatif (kecenderungan berperilaku). Penelitian dilakukan secara daring (online) dan berhasil merangkum responden sebanyak 268 orang yang terdiri dari 93 responden dalam negeri dan 175 orang dari mancanegara. Pengunjung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengunjung yang pernah mengunjungi Taman Nasional Komodo setelah bulan Juni 2017. Setidaknya ada dua pertimbangan yaitu 1) mereka telah mengetahui kondisi kawasan 2) tidak ada perubahan fisik yang berarti di Taman Nasional Komodo pada periode waktu tersebut. Pertimbangan tersebut diharapkan menjadi batasan homogenitas responden karena semua reponden membahas tentang objek yang sama. Respon tersebut diasumsikan sebagai gambaran respon calon pengunjung yang akan menjadi target/pasar wisata yang disasar pada masa pandemi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 92,5 % pengunjung merespon positif kebijakan Adaptasi Kebiasaan Baru Selama Masa Pandemi COVID-19 di Taman Nasional Komodo dan hanya 7,5% memberikan respon negative. Strategi penyampaian informasi tentang Kebijakan Adaptasi Kebiasaan Baru Selama Masa Pandemi COVID-19 di Taman Nasional Komodo menjadi salah satu faktor pendukung terbangunnya persepsi positif. Strategi komunikasi yang dilakukan Balai Taman Nasional Komodo dalam menyampaikan informasi berupa kebijakan yang diterapkan selama masa adaptasi kebiasaan baru cukup efektif. Komunikasi yang menarik dan informatif sangat berperan dalam proses pembentukan pemahaman yang baik. Pengunjung memiliki pengetahuan, pandangan, dan keyakinan yang positif dengan kebijakan yang telah dibuat oleh pihak Balai Taman Nasional Komodo (BTNK). Pengunjung merasa tertarik dengan kebijakan yang telah dibuat, sehingga yakin untuk mendukung kebijakan yang diberlakukan. Pengunjung merasa bahwa kebijakan tersebut akan efektif dilakukan untuk mengurangi penyebaran virus COVID-19. Selain itu, pengunjung juga merasa aman apabila hendak beraktifitas di Taman Nasional Komodo di Masa Adaptasi Kebiasaan Baru selama kebijakan yang ada tetap diterapkan. Selain itu, daya tarik Taman Nasional Komodo yang tinggi menyebabkan responden merasa bahwa penerapan kebijakan yang ada memang sangat diperlukan karena kecenderungan berkunjung ke tempat wisata dengan daya tarik yang tinggi sangatlah tinggi pula.

Hasil penelitian juga menunjukkan perubahan kebutuhan konsumen Pariwisata dari kebutuhan fisiologis pada masa tanpa pandemic menjadi kebutuhan rasa aman pada saat pandemi berlangsung. Karenanya, Balai Taman Nasional Komodo harus benar-benar memastikan penerapan protokol kunjungan wisata selama Pandemi COVID-19 baik pengunjung, staff, dan stakeholder yang turut mendukung kegiatan pariwisata di Taman Nasiomal Komodo. Hal ini untuk memberikan rasa aman kepada pengunjung dan rasa percaya kepada Taman Nasional Komodo yang telah secara serius menerapkan protokol kunjungan wisata demi keamanan dan kenyaman pengunjung selama Pandemi COVID-19. Untuk mengembalikan kunjungan wisata pada saat pandemic masih berlangsung, kiranya perlu untuk mengembangkan segmentasi pasar domestik, dengan memperbanyak paket wisata perorangan dan rombongan keluarga, serta wisatawan dalam usia tidak rentan terpapar virus COVID-19 serta pentingnya menyiapkan ruang umum dan terbuka dengan space yang lebih luas sebagai strategi adaptasi.

Selain strategi-strategi adaptasi penyelenggaraan wisata di kala pandemi, menyikapi peluang yang muncul saat ini juga tidak kalah penting. Pandemi covid melahirkan kesadaran masyarakat untuk berwisata ke tempat yang aman dan dengan cara yang aman pula. Setidaknya ada 2 peluang yang menarik yaitu rebranding image Taman Nasional Komodo sebagai spot lokasi Forest healing untuk menjawab kebutuhan berwisata yang aman dan sehat serta mengembangkan Virtual Tour untuk menjawab kebutuhan berwisata, menikmati keindahan alam tanpa hadir langsung untuk meminimalkan risiko pandemi.

Jadi, mungkinkan kawasan konservasi dikunjungi saat pandemi? Jawabnya, sangat mungkin.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.