Fenomena kehidupan digital membuat siapapun sulit mengabaikannya. Perkembangan media sosial sebagai sarana komunikasi dan jalinan interaksi sosial memperlihatkan pengaruh yang luar biasa dalam kehidupan kita. gerakan konservasi sumberdaya alam pun menemukan peluang ruang gerak yang makin beragam. Sebuah penelitian tahun 2016 tentang Citizen Conservation: An emerging social media movement for biodiversity conservation in Indonesia yang dilakukan oleh Muhammad Ali Imron dan Kristiani Fajar Wianti, menyampaikan temuan bahwa media sosial menjadi ajang aktifitas konservasi yang beragam. Aktifitas konservasi lewat media sosial menurut hasil penelitian tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 ragam, yaitu :
- Citizen Science. Media sosial menjadi ruang bersama warganet untuk koleksi dan berbagi data (Collecting and Sharing information). Ilmu pengetahuan menjadi semakin mudah dicari dan dibagi sehingga tidak lagi menjadi kuasa ekslusif akademisi. Warganet tanpa kecuali mendapat peluang untuk berkontribusi dan berkolaborasi mengembangkannya.
- Tekanan kebijakan. Dengan media sosial, kebijakan-kebijakan pemerintah dapat didorong baik dalam tahap formulasi aupun impementasi. Contoh dalam gerakan konservasi sumberdaya alam adalah makin mudahnya penyebarluasan informasi, gerakan kampanye, upaya-upaya membangun kesadaran dan persepsi masyarakat, maraknya inisiasi membuat petisi untuk mendukung maupun menolak kebijakan, bahkan mampu membangun gerakan massa.
- Mengembangkan ragam interaksi sosial seperti pengumpulan informasi, pengembangan aplikasi android, sharing aktifitas dan pemikiran antar warganet.
- Penegakan hukum. Salah satu aktifitas konservasi sumberdaya alam yang cukup banyak terdorong di era digital adalah penegakan hukum. Monitoring dan pelaporan aktifitas illegal makin mudah dilakukan melalui media sosial termasuk memantau progress penegakan hukum untuk berbagai pelanggaran kebijakan konservasi sumberdaya alam.
Sebagian besar responden yang disurvey dalam penelitian dengan metode online tersebut menyatakan optimis tentang penggunaan media sosial untuk konservasi keanekaragaman hayati..
Saat ini, optimisme tersebut makin terbukti. Kampanye konservasi sumberdaya alam menjadi salah satu yang mendapatkan peluang berarti dalam perkembangan media komunikasi digital. Beberapa penelitian tentang efektifitas media sosial untuk kampanye konservasi keanekaragaman hayati menunjukkan hasil positif. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Feby Santia Nourfita Putri (2018) dengan judul Efektifitas Media Sosial Facebook untuk Kampanye Konservasi Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) menyatakan bahwa media sosial ini sangat efektif sebagai media kampanye.
Penelitian dilakukan pada media yang dimiliki oleh WWF (World Wide Fund for Nature) sebagai organisasi yang aktif mengkampanyekan penyelamatan Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae). Facebook dipilih karena mempunyai banyak pengguna aktif di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan mengukur sikap masyarakat (sasaran kampanye) dan mengukur efektivitas media sosial untuk kampanye.
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei dengan instrumen kuesioner berjumlah 20 pertanyaan yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Dari 2.034 followers yang disurvey, didapatkan 327 followers yang menanggapi. Pengambilan data dilakukan pada pesan kampanye Facebook WWF Indonesia dari bulan Januari – Desember 2017 hingga Januari – Maret 2018. Data dianalisis dengan mengkategorikan ke dalam tiga tingkatan yakni efektif, cukup efektif dan tidak efektif. Hasil pengukuran komponen sikap, follower memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), memiliki sikap dan kecenderungan berperilaku yang mendukung upaya konservasi Harimau Sumatra. Analisis efektivitas media sosial Facebook untuk kampanye harimau sumatera memperlihatkan hasil yang masuk dalam kategori efektif. Kampanye konservasi dengan media sosial facebook ini efektif untuk pengguna dengan kelompok umur 18-24 tahun. Pada usia ini, mereka dapat menerima informasi lebih baik dan menyukai konten yang informatif dan edukatif.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Agvioni Arti Setya Pratama (2020) dengan judul Efektifitas Kampanye Koservasi Penyu oleh Komunitas Reispirasi melalui Media Sosial Instagram. Penelitian dilakukan pada media yang dimiliki oleh Komunitas reISPIRASI yang melakukan kampanye online dengan memanfaatkan media sosial instagram. Penelitian dilakukan untuk mengetahui efektivitas kampanye konservasi Penyu melalui media sosial tersebut. Dari 679 followers instagram reISPIRASI yang disurvey, didapatkan 163 followers yang menanggapi.
Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah munculnya kesadaran mengenai konservasi penyu hingga menyadarkan untuk melakukan aksi nyata dari informasi yang telah disampaikan melalui akun media social Instagram reISPIRASI. Efektivitas dimaksud merujuk pada model penyampaian suatu pesan melalui tahapan AIDA (Attention, Interest, Desire, dan Action) yang yang diteorikan oleh Kotler dan Keller (2009). Hasil penelitian menunjukkan media sosial Instagram reISPIRASI efektif dalam menimbulkan perhatian followers, menimbulkan ketertarikan untuk mengetahui lebih lanjut, keinginan untuk berpartisipasi, serta mengikuti kegiatan kampanye yang diselenggarakan dan mengajak orang lain.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan selama 4 tahun terakhir tersebut memperlihatkan bahwa kampanye konservasi sumberdaya alam mendapatkan peluang cukup besar untuk mencapai tujuannya dalam perkembangan kehidupan digital. Karenanya, ke depan makin perlu upaya mengambangkan konten-konten digital tentang kampanye konservasi konservasi sumberdaya alam dengan memanfaatkan media sosial sebagai sarana penyampaian pesannya.
Penulis : Kristiani Fajar Wianti
Editor : Denni Susanto