Taman Hutan Raya (Tahura) Gunung Menumbing (TGM) merupakan salah satu kawasan konservasi yang berlokasi di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. TGM ditetapkan berdasarkan Surat SK.577/Menlhk/Setjen/PLA.2/7/2016 sebagai kawasan tahura seluas ± 3.333,20 Ha. TGM memiliki beragam potensi antara lain: 1) daya tarik wisata alam berupa Pesanggrahan Gunung Menumbing yang merupakan tempat pengasingan Presiden Soekarno, Moh. Hatta, dan tokoh proklamasi lainnya, 2) potensi sumber air melimpah yang dimanfaatkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sejiran Setason untuk mencukupi kebutuhan air bersih bagi 40% warga Muntok, dan 3) potensi satwa endemik Pulau Bangka yaitu Mentilin bangka (Tarsius bancanus) dan Kukang bangka (Nycticebus bancanus) yang mana menurut IUCN red list status status konservasi keduanya yaitu Vulnerable (VU) dan Critically endangered (CR) (Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TGM Periode 2020-2029). Namun demikian, ragam potensi tersebut menghadapi ancaman dari adanya aktivitas ilegal masyarakat di dalam kawasan TGM seperti ekspansi perkebunan rakyat, perburuan satwa liar, dan penambangan timah ilegal. Adanya aktivitas tersebut mengakibatkan terjadinya berbagai dampak lingkungan diantaranya deforestasi akibat ekspansi perkebunan rakyat (Sari, 2017), kelangkaan beberapa satwa liar (Arsyad, 2017), dan penurunan kualitas dan kuantitas air bersih akibat penambangan timah ilegal (Yuliana, 2016). Dampak lingkungan yang terjadi di TGM tidak terlepas dari ragam kepentingan para stakeholders yang menimbulkan perbedaan persepsi terhadap pengelolaan TGM. Oleh karena itu, penting untuk melakukan penelitian mengenai “Aktivitas dan Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan Taman Hutan Raya Gunung Menumbing”.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa karakteristik aktivitas masyarakat di dalam kawasan Tahura Gunung Menumbing meliputi bentuk aktivitas berupa perkebunan rakyat sebesar 69%, penambangan timah sebesar 25%, dan perburuan satwa liar sebesar 6% yang tersebar di blok pemanfaatan dan blok rehabilitasi. Frekuensi aktivitas perkebunan dan penambangan timah berada pada kategori tinggi (5-7 kali dalam seminggu), sedangkan frekuensi aktivitas perburuan satwa liar berada pada kategori rendah (1-2 kali dalam seminggu). Waktu aktivitas perkebunan dan perburuan satwa liar dilakukan pagi hari (06.00-10.00), sedangkan waktu aktivitas penambangan timah dilakukan sepanjang hari (06.00-17.00). Sementara, persepsi masyarakat terhadap pengelolaan Tahura Gunung Menumbing terdiri atas tiga kelompok persepsi antara lain: 1) masyarakat di sini (Tahura Gunung Menumbing) kurang paham akan status, batas, dan fungsi tahura bagi kelestarian kawasan, 2) sudah sejak lama masyarakat sekitar memanfaatkan Tahura Gunung Menumbing untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan 3) Masyarakat sekitar kawasan belum dilibatkan dalam pengelolaan Tahura Gunung Menumbing.
Penulis : Muhammad Robby Pratama
Editor : Denni Susanto