Aktivitas Masyarakat dan Dampaknya Terhadap Faktor Biotik dan Abiotik di Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu

Pulau Sempu ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Besluit van den Gouverneur Generaal van Nederlandsch Indie) Nomor 46 Stbl No. 69 Tanggal 15 Maret 1928 dengan luas ±877 Ha (BBKSDA Jatim, 2011). Sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dijelaskan bahwa penetapan kawasan hutan tersebut sebagai cagar alam karena keindahan alam dan bentuk fisik kawasan yang unik dengan potensi flora fauna dan ekosistem yang mempunyai nilai tinggi yang dapat mewakili kondisi hutan dan ekosistem daratan Pulau Jawa. Letak cagar alam yang berdekatan dengan wisata pantai Sendang Biru menyebabkan masyarakat dapat masuk dengan mudah dan melakukan aktivitas di dalam kawasan cagar alam. Pemanfaatan sumber daya alam selain untuk kegiatan yang berkaitan dengan konservasi merupakan hal yang dilarang dalam pemanfaatan cagar alam. Pemanfaatan sumber daya dari dalam kawasan cagar alam tidak boleh dilakukan karena dapat merubah keutuhan kawasan konservasi. Dampak terhadap keanekaragaman hayati menjadi masalah penting mengingat penunjukkan cagar alam salah satunya untuk pengawetan keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya.

Terdapat 12 jenis aktivitas yang dilakukan di CAPS, yang dibagi menjadi aktivitas wisata dan aktivitas non wisata. Sebanyak kurang lebih 80% masyarakat dan atau pengunjung melakukan aktivitas wisata, sedangkan 20% sisanya melakukan aktivitas non wisata di kawasan CAPS. Aktivitas wisata yang ditemukan di CAPS terdiri dari aktivitas berjalan-jalan di alam, berfoto, bersantai, berkemah, berenang, memancing dan membakar ikan di pesisir pantai. Sementara itu, aktivitas non wisata yang ditemukan di CAPS terdiri dari aktivitas memandu wisata, mengantarkan pengunjung dengan perahu, bersiap melaut, beristirahat, dan membersihkan hasil tangkapannya. Aktivitas wisata yang dominan adalah berfoto dan bersantai di pantai, sedangkan aktivitas non wisata yang dominan adalah masyarakat yang bersiap melaut (melaut). Pola persebaran aktivitas di cagar alam secara mengelompok didominasi di Pantai Waru-waru dan akses yang paling sering dilalui oleh pengunjung yakni melalui pintu masuk wisata Sendangbiru. Aktivitas pengunjung yang menginjak-injak semai dan tumbuhan bawah menimbulkan dampak langsung pada keanekaragaman dan kemerataan vegetasi pada tingkat semai dan tumbuhan bawah. Hal ini berdampak secara tidak langsung terhadap keanekaragaman dan kemerataan burung. Aktivitas pengunjung juga berdampak terhadap faktor abiotik melalui pengukuran timbulan sampah. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa jumlah pengunjung berbanding lurus dengan jumlah berat timbulan sampah yang ditemukan. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa dengan adanya aktivitas di kawasan CAPS telah menimbulkan dampak terhadap faktor biotik dan abiotik kawasan. Apabila kondisi ini tidak dikendalikan, maka akan berdampak lebih serius terhadap kelestarian kawasan CAPS.

 

Penulis       : Ajeng Arum Mawarni

Editor         : Denni Susanto

Leave a Reply

Your email address will not be published.