Bunga Edelweiss mbak Aurel dan sebuah Perjuangan Mengabadikan Bunga Abadi

Oleh : Kristiani Fajar Wianti

Netizen Indonesia memang luar biasa. Tidak ada perbuatan pesohor yang luput dari komentar, pujian, atau cela. Baru-baru ini terpampang judul berita di salah satu media online dengan kalimat “Pamer Bunga Edelweiss, Aurel Hermansyah Dihujani Kritik Netizen”. Berbalas pantun dengan berita berikutnya: “Aurel Hermansyah dikecam karena bunga edelweiss, warganet bela Aurel”, “Atta Halilintar Beri Aurel Bunga Edelweis, Ketahui Maknanya”, atau berita yang ini : “Aurel Hermansyah Dikritik karena Bunga Edelweis, Ashanty Membela” dan ini : “Dear Aurel, Ashanty, dan Anang, Edelweis Dilindungi, Jangan Dipetik”.

Membaca konten berita yang tampil, rasanya bangga karena netizen kita ternyata sangat mengenal bunga bergenus Anaphalis dengan sebutan bunga abadi dan punya kesadaran konservasi yang tinggi untuk bunga yang dilindungi ini. Simak saja salah satu komentarnya : “Bukannya bunga edelweis dilindungi ya? Kok si Atta bisa ngambil edelweis sebanyak itu sih apakah tidak masalah memetik bunga yang dilindungi?”. Agar tidak berdebat atau membuat perang pendapat di media sosial, ada baiknya kita kenali lebih jauh si bunga abadi yang diberikan Youtuber Atta kepada sang istri ini.

 

Aurel dan Atta berada di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Setelah sempat menghebohkan dunia hiburan dengan tayangan acara pernikahan, pasangan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah terlihat sedang menikmati liburan ke berbagai lokasi. Beberapa waktu lalu pasangan ini berkunjung ke salah satu dari 10 destinasi wisata prioritas yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo yaitu kawasan wisata Gunung Bromo[1]. Gunung Bromo adalah bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang dikelola oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK). Kepanjangan tangan KemenLHK di tingkat tapak adalah Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang mempunyai tugas mengelola kawasan taman nasional tersebut.

Apa itu taman nasional? Taman nasional adalah salah satu kategori kawasan konservasi yang merupakan kawasan yang dilindungi dalam bentuk strategi konservasi insitu[2] atau upaya konservasi sumberdaya alam yang dilakukan di habitat aslinya. Di Indonesia, kawasan konservasi dibedakan menjadi dua yaitu Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Kawasan Suaka Alam dikategorikan menjadi Cagar alam, dan Suaka Margasatwa, sedangkan Kawasan Pelestarian Alam dikategorikan menjadi Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.

Secara lengkap, kawasan taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan system zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi[3]. Sebagai konsekuensi menjadi taman nasional, maka kawasan Gunung Bromo, Pegunungan Tengger, dan Gunung Semeru adalah kawasan yang dilindungi. Semua keanekaragaman hayati berikut komponen ekosistem yang lain yang ada di kawasan tersebut  wajib untuk dikonservasi. Apakah itu berarti tidak boleh ada unsur pemanfaatan di kawasan tersebut? Tentu saja kegiatan pemanfaatan dapat dilakukan sebagai bagian dari pengelolaan kawasan konservasi. Kegiatan pemenfaatan yang dimungkinkan di kawasan konservasi adalah pemanfaatan jasa lingkungan, diantaranya jasa wisata di beberapa areal yang ditunjuk sebagai zona pemanfaatan. Itulah sebabnya Atta dan Aurel dan banyak diantara kita bisa menikmati indahnya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

 

Edelweiss dan Legenda Bunga Abadi

Siapa tak kenal Edelweiss, bunga yang diberikan youtuber Atta untuk istrinya Aurel. Bunga yang tumbuh liar di sejumlah gunung seperti Gunung Lawu, Gunung Sindoro, Gunung Semeru, Gunung Papandayan, dan Gunung Gede Pangrango. Tumbuh alaminya di gunung membuat bunga ini popular di kalangan para pendaki gunung atau pecinta alam. Waktu mekar yang lama sampai beberapa tahun, membuat bunga ini melegenda sebagai bunga abadi dan kerap dipersembahkan sebagai tanda cinta kasih. Para pendaki gunung memegang peran penting dalam mempopulerkan sekaligus meningkatkan potensi ancamannya. Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menyampaikan bahwa terdapat 3 jenis Edelweiss di kawasan yang dikelolanya. Ketiganya adalah Anaphalis javanica, Anaphalis viscida, dan Anaphalis longifolia. Anaphalis javanica masuk dalam daftar jenis tumbuhan dilindungi sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Keberadaan Bunga Edelweiss di dalam kawasan konservasi juga dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Khusus di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, bunga Edelweiss menjadi bagian kelengkapan sesaji dalam upacara adat masyarakat Suku Tengger. Suku Tengger adalah komunitas masyarakat yang merupakan satu kesatuan ekologis dan sosiokultur dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Hal ini dituangkan dalam visi kelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tahun 2015-2024 yaitu menjadi rumah bagi ekosistem unik, Budaya Tengger, dan ekowisata, serta menara air untuk kesejahteraan masyarakat. Keberadaan masyarakat Tengger adalah nilai penting bagi kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, demikian juga sebaliknya. Bagi masyarakat Tengger, bunga Edelweiss menempati posisi penting sebagai bagian dari upacara adat dan disebut dengan istilah Sansekerta tan hana layu yang artinya tak akan layu. Bunga Edelweiss adalah simbul dari kesuburan dan keabadian[4].

 

Mengkonservasi Edelweiss bersama Masyarakat Tengger

Kebutuhan Edelweis yang tinggi sebagai perangkat upacara adat akhirnya melahirkan ide membudidayakannya bersama masyarakat dalam bentuk konservasi eksitu[5]. Singkat cerita, oleh kegigihan pemuda-pemudi Tengger dan para penyuluh Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, terbentuklah Kelompok Tani Hulun Hyang yang menjadi pengelola kebun Eidelweiss di Desa Wonokitri, salah satu Desa penyangga Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kelak, Edelweiss-edelwiess itu menjadi pesona utama Taman Edelweiss yang makin berkembang sebagai destinasi wisata mengiringi pesona Gunung Bromo yang sudah mendunia. Desa Wonokitri pun mendapat sebutan Desa Edelweiss sejak tahun 2017. Kita bisa berkunjung kesana saat Festival Edelweiss di bulan November atau di waktu-waktu lain, ikut menanam Edelweis atau memilih program Adopsi Edelweiss sebagai wujud peduli pada keabadian bunga yang melegenda ini. Mengkonservasi sekaligus menjaga keabadian bunga abadi agar tetap bisa dimanfaatkan secara lestari. Edelweiss di Desa Wonokitri tidak dilarang untuk dimanfaatkan karena berasal dari hasil budidaya bahkan menjadi souvenir yang yang bisa kita bawa pulang saat berwisata ke sana.  Sangat mungkin, Bunga Edelweiss yang dibawa Atta untuk Aurel berasal dari Desa Wonokitri. Jadi, tidak perlu berdebat julid, wahai para netizen, ada baiknya kita tanya saja, benarkah demikian.

 

Mengabadikan Edelweiss dalam Buku

Kisah Edelweiss dan berkembangnya commutity based tourism di desa Wonokitri ini  ditulis khusus dalam salah satu bab di buku “Setengah Dekade di Lanskap Tengger, Refleksi Lima Tahun Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru”, menjadi salah satu refleksi pengelolaan kawasan konservasi. Penulis bab itu adalah seorang staff Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru  yang saya kenal baik, sebaik saya mengenal taman nasional yang saya kunjungi berulang kali ini. Dibuatnya judul bab : Mengabadikan Bunga Abadi. Tidak sekedar menulis tentang bunga abadi yang melegenda di antara para pendaki, tapi juga sebuah catatan untuk mengabadikan kebersamaan masyarakat dan pengelola kawasan konservasi untuk bermitra dalam konservasi.

Buku ini juga berkisah banyak tentang pengelolaan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yang mungkin banyak dikenal sebagai tujuan wisata tapi luput dipahami sebagai kawasan konservasi.

Terima kasih, Atta dan Aurel telah berkunjung ke kawasan konservasi.

Hong Ulun Basuki Langgeng[6].

Salam Konservasi!

 

[1] 10 destinasi wisata prioritas merupakan amanah Presiden Joko Widodo sejak tahun 2015, tertuang dalam surat Sekretariat Kabinet Nomor B 652/Seskab/Maritim/2015 tanggal 6 November 2015

[2] Insitu adalah bentuk program konservasi di dalam kawasan atau habitat asli antara lain dilakukan dalam bentuk penetapan dan pengelolaan kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) serta zona inti di dalam taman nasional

[3] Undang-undang no 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya, Pasal 1.

[4] ½ Dekade Lanskap Tengger, Refleksi Lima Tahun Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Edotir : Achmad Arifin, Novita Kusuma Wardani, Toni Artaka; Cetakan pertama 2020; diterbitkan oleh : Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Malang.

[5] Eksitu adalah bentuk program konservasi di luar kawasan atau habitat asli antara lain dengan melakukan pemeliharaan dan pembiakan tumbuhan atau satwa di tempat penangkaran, kebun binatang, taman burung, arboretum, atau taman hutan raya

[6] ungkapan masyarakat Bromo Tengger yang berarti “Semoga Shang Hyang Widhi senantiasa memberikan kedamaian, kemakmuran dan kesehatan kepada kita semua.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.