Inventarisasi Herpetofauna Tidaklah Sulit

Herpetofauna atau reptil dan amfibi adalah kelompok satwa yang sering terabaikan dalam pengelolaan. Padahal banyak juga jenis herpetofauna yang endemik dan terancam punah. Kelompok satwa ini banyak yang bersifat nokturnal dan memiliki preferensi habitat yang spesifik. Selain itu beberapa jenis reptil dianggap berbahaya bagi manusia seperti buaya dan jenis-jenis ular berbisa, sehingga herpetofauna sering kali dianggap susah diteliti. Sebenarnya kalau karakter kelompok satwa ini dipahami, penelitian herpetofauna tidaklah sulit.

Herpetofauna terestrial, khususnya amfibi adalah kelompok satwa yang sangat berasosiasi dengan keberadaan air. Oleh karena itu inventarisasi herpetofauna bisa dilakukan di sekitar sungai atau perairan air tawar lain di mana peluang perjumpaan terhadap satwa ini lebih besar. Hampir semua jenis amfibi dan beberapa jenis reptil aktif di malam hari sementara beberapa jenis yang lain juga aktif di siang hari, sehingga pengamatan satwa ini sebaiknya juga dilakukan pada malam dan siang hari, tergantung dari kelompok satwa target yang diteliti. Apabila penelitian lebih terfokus pada jenis amfibi, maka pengamatan hendaknya dilakukan pada malam hari, sementara apabila jenis yang diteliti adalah jenis yang diurnal, penelitian hendaknya dilakukan sesuai waktu aktif satwa tersebut.

Ada banyak metode yang bisa dilakukan untuk melakukan inventarisasi herpetofauna, salah satu yang paling mudah adalah Visual Encounter Survey (VES) berbasis transek/jalur. Dalam metode ini pengamat berjalan menyusuri jalur yang sudah ditentukan dalam periode waktu tertentu untuk mencari herpetofauna. Setiap individu herpetofauna yang terlihat selama pengamatan ini dicatat jenis serta jumlahnya. Untuk keperluan identifikasi, individu herpetofauna yang belum bisa dipastikan jenisnya, bila memungkinkan, ditangkap untuk identifikasi lebih lanjut. Jalur yang digunakan dalam metode VES ini bisa berupa jalan setapak hutan atau alur sungai dan penempatan jalur-jalur pengamatan tersebut sebaiknya mewakili kondisi vegetasi kawasan yang diteliti. Lama waktu pengamatan ditentukan sesuai dengan tingkat capaiann hasil yang diharapkan, misalnya 1 jam untuk setiap 100 m transek atau 2 jam setiap 100 m.

Inventarisasi herpetofauna menggunakan metode ini telah diterapkan di beberapa kawasan konservasi, misalnya di TN Gunung Merbabu pada tahun 2010, TN Tanjung Puting tahun 2010, TN Gunung Merapi tahun 2011, dan CA Teluk Adang tahun 2012. Pada kegiatan inventarisasi herpetofauna yang dilakukan di CA Teluk Adang, jalur pengamatan ditempatkan pada berbagai tipe vegetasi yang ada untuk mewakili kondisi kawasan seperti hutan hujan dataran rendah, hutan rawa, mangrove, dsb. Dalam kegiatan tersebut telah teridentifikasi sebanyak tujuh jenis amfibi dan delapan jenis reptil yang menghuni CA Teluk Adang, dan tiga jenis di antaranya termasuk dalam kategori Near Threatened atau hampir terancam punah berdasarkan IUCN Redlist and Criteria.

Visual Encounter Survey adalah salah satu metode yang paling mudah dilakukan untuk inventarisasi herpetofauna karena selain waktu dan kebutuhan personelnya tidak banyak, biaya yang dibutuhkan juga relatif sedikit. Meski demikian masih banyak metode lain yang bisa digunakan untuk melakukan inventarisasi herpetofauna, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai.

Leave a Reply

Your email address will not be published.