“Perubahan Iklim” Fakta atau Fiksi?

594-perubahan_iklim_mengancam_kehidupan_parasit_sehingga_dikhawatirkan_sepertiga_parasit_akan_punah-696x341

Satu dekade terakhir ini sangat gencar isu yang mendunia yaitu tentang perubahan iklim yang mengarah kepada pemanasan global. Isu perubahan iklim ini memengaruhi ke segala bidang, apa-apa dikaitkan dengan isu pemanasan global, barang-barang yang ramah lingkungan, aksi-aksi go green, dsb. Hal ini menimbulkan berbagai persepsi dari berbagai pihak. Dampak dari isu tersebut berpengaruh terhadap banyak aspek, salah satunya terhadap perekonomian negara.

Jika dilihat dari definisi, iklim adalah deskripsi dari rata-rata cuaca yang terjadi pada kurun waktu tertentu, biasanya selama lebih dari 30 tahun apabila dibandingkan dengan variasi rata-rata dari tahun ke tahun. Perubahan iklim adalah fenomena di mana iklim bumi berubah yang terjadi karena memanasnya permukaan bumi akibat efek rumah kaca yang berlebihan.

Terjadi perubahan iklim global ini salah satu penyebab terbesarnya yaitu revolusi industri, di mana negara-negara melakukan perubahan teknologi, sosio-ekonomi, dan budaya pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, yang terjadi dengan penggantian ekonomi yang berdasarkan dari pekerja menjadi didominasi oleh industri dan diproduksi mesin. Kemajuan teknologi dan ekonomi ditandai dengan perkembangan kapal tenaga-uap, rel, dan kemudian di akhir abad tersebut perkembangan mesin bakar dalam dan perkembangan pembangkit tenaga listrik. Akibat dari percepatan dan kecepatan Revolusi Industri dalam kurun 3 abad maka terjadilah pemanasan global.

Pemanasan global atau Global Warming adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Kenaikan suhu permukaan bumi disebabkan oleh peningkatan emisi karbon dioksida dan gas-gas lain yang dikenal sebagai gas rumah kaca yang menyelimuti bumi dan memerangkap panas. Pemanasan global terjadi karena adanya efek rumah kaca pada atmosfer bumi. Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Protokol Kyoto mengatur enam jenis gas-gas rumah kaca, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O), dan tiga gas-gas industri yang mengandung fluor (HFC, PFC, dan SF6).  Gas-gas tersebut melindungi bumi agar tetap hangat, namun ketika kadarnya di atmosfer terlalu banyak, maka yang terjadi adalah peningkatan suhu rata-rata di permukaan bumi.

Salah satu yang berpengaruh besar terhadap perubahan iklim global adalah hutan. Fungsi hutan yang sebagai penyerap dan penyimpan karbon serta penghasil oksigen sangat penting keberadaan dan jumlahnya di bumi ini. Dengan hilangnya hutan maka hilanglah semua fungsinya yang sebagai penopang seluruh kehidupan di muka bumi. Sebaliknya, semakin besar luasan hutan di muka bumi, maka semakin besar pula kontribusinya dalam menopang kehidupan. Dari data yang diperoleh, hutan menyimpan sekitar 4500 Gt CO2 dan simpanan ini lebih besar daripada kandungan GRK di atmosfer. Deforestasi di berbagai belahan dunia memberikan kontribusi 12-17% emisi karbon dioksida secara global setiap tahun. Sehingga, jika kita kehilangan hutan, kita tidak hanya akan kehilangan fungsi penyerapan hutan, tetapi juga karbon yang telah disimpan di dalam tanah dan tumbuhan dilepaskan ke atmosfer lagi, kemudian selanjutnya memperparah perubahan iklim. Hutan lebih dirasakan fungsinya dalam mengatasi perubahan iklim dari pada sekedar menyerap gas rumah kaca yang ada di atmosfer.

Masalah global membutuhkan solusi global. Demikian yang sering disebut oleh para pemimpin dunia. Nampaknya isu menghangatnya bumi diiringi oleh menghangatnya pula polemik di kalangan ilmuwan. Para ilmuwan telah terpecah menjadi dua kelompok, ada yang berpendapat bahwa naiknya suhu bumi ini disebabkan oleh ulah manusia melalui emisi GRK yang berlebihan ke atmosfer. Informasi dari kubu ini nampaknya jauh lebih populer dan telah menjadi mainstream di masyarakat, hal ini didukung oleh gencarnya promosi ancaman pemanasan global dari berbagai media. Ada pula ilmuwan yang skeptis yang berpendapat bahwa naik atau turunnya suhu bumi adalah peristiwa yang wajar dan alami alias bukan karena ulah manusia dan beranggapan bahwa isu pemanasan global ini hanyalah hoax semata yang berupa konspirasi dari pihak tertentu.

NASA sendiri merilis data peningkatan suhu rata-rata bumi yang semakin tinggi dan dalam dua puluh tahun terakhir bumi telah mengalami tingkat panas yang tidak pernah dialami oleh planet bumi. Pada tahun 2010, NASA’s Goddard Institute for Space Studies (GISS) melaporkan bahwa “10 tahun terpanas” dalam sejarah bumi (the ten hottest years on record) adalah: tahun 1990, 1998, 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008. Lalu pada tahun 2014, NASA kembali melaporkan bahwa tahun 2013 juga menyamai rekor panas tahun 2008.

maxresdefault

 

 

Isu ini berawal ketika Albert Arnold Gore Jr. (Al Gore) seorang mantan wakil presiden Amerika Serikat ke-45  merilis film dokumenternya yang berjudul “An Inconvenient Truth” yang mendapat Oscar. Sebuah film pemenang Academy Award dalam kategori film dokumenter tentang perubahan iklim khususnya yang diakibatkan pemanasan global ini membuat seakan-akan kita mengetahui hanya ada satu kebenaran, yaitu bahwa manusia adalah oknum dan kambing hitam atas lenyapnya gumpalan-gumpalan es di kutub, atas meningkatnya suhu bumi dan atas bencana-bencana alam yang terjadi.

Namun sebagian ilmuwan tidak mempercayai itu, pemanasan global adalah sebuah hoax, klaim para ilmuwan dari kubu kontra Gore. Suhu bumi sesungguhnya hanya berubah sekitar 1o Fahrenheit dalam tempo satu abad. Plus, planet tercinta ini telah mengalami periode zaman es dan periode hangat tanpa ada campur tangan siapa pun. Ilmuwan yang beranggapan seperti ini, salah satunya adalah Steven Milloy yang memiliki gelar dalam bidang Natural Science dan gelar master dalam Biostatistik dari Universitas John Hopkins. Ia pernah diminta oleh kongres Amerika untuk bersaksi mengenai masalah-masalah lingkungan. Milloy berkata bahwa pemanasan global adalah “Ibu dari segala ilmu pengetahuan sampah“. Ia merujuk kepada perubahan-perubahan suhu bumi yang terjadi secara alamiah tanpa campur tangan manusia. Ia juga merujuk kepada protokol Kyoto yang dianggapnya sebagai suatu lelucon. Protokol ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas karbon dunia menjadi 8% pada tahun 2012. 8% adalah level emisi pada tahun 1990. Amerika di bawah Bush menjadi anak nakal yang menolak protokol ini, kali ini ia juga mendapat dukungan negara-negara Eropa.

Tidak heran banyak orang-orang yang kritis mengatakan bahwa isu pemanasan global adalah salah satu strategi untuk menghasilkan keuntungan bagi pihak-pihak terkait. Tentu saja bagi mereka, pihak-pihak terkait tersebut adalah Al Gore dan Friends. Belakangan ini diketahui bahwa para ilmuwan yang setuju dengan Gore adalah ilmuwan-ilmuwan yang menerima donasi besar dari pemerintahan Clinton (ketika Gore menjadi wakil presiden). Gore juga mengklaim bahwa peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer telah meningkatkan suhu global. Anehnya pada tahun 2005, sebuah studi oleh Journal Science menemukan sebaliknya. Peningkatan suhu bumilah yang telah memicu peningkatan kadar karbondioksida. Bukan hanya itu, para ilmuwan kemudian menemukan bahwa perubahan suhu bumi ternyata disebabkan oleh peningkatan aktivitas badai matahari, peningkatan aktivitas gunung api bawah laut, dan sistem arus laut yang kompleks. Plus, sesungguhnya ada trend penurunan suhu global sejak 1998.

Dengan banyaknya data dan fakta yang tersedia, dalam menyikapi hal ini ada satu kubu lagi yang mengambil langkah lebih bijak yaitu tidak serta merta langsung percaya bahwa pemanasan global ini tidak terjadi, namun mengakui kebenaran dari beberapa fakta yang disampaikan oleh para peneliti yang menolak adanya perubahan iklim. Mereka meyakini bahwa kenyataannya perubahan iklim ini terasa dan dialami secara langsung, contohnya musim hujan dan kemarau di daerah tropis yang sudah tidak menentu lagi serta suhu di beberapa kota terasa lebih panas dibanding beberapa tahun sebelumnya.

Asumsi mereka bumi memang memiliki siklus sendiri kapan saatnya memanas dan kapan saatnya mendingin, hal itu memang wajar dan alami untuk terjadi, tanpa campur tangan manusia pun hal itu akan terjadi. Namun sekarang dalam prosesnya itu dibantu oleh kondisi bumi yang jauh lebih rusak dibanding kondisi sebelumnya. Sebagai contoh yang ril yaitu fakta tentang hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon serta penghasil oksigen. Luas hutan yang berkurang otomatis akan berkurang pula perannya tersebut. Padahal luas hutan tersebut berkurang tidak lain tidak bukan merupakan akibat dari ulah manusia. Dan teori tentang peran hutan tersebut sampai sekarang  belum ada ilmuwan yang menentang.

Selain itu mereka mempertanyakan jika memang bahwa pemanasan global itu tidak terjadi, mengapa organisasi sebesar PBB tetap memfasilitasi dunia untuk menanggapi dengan serius permasalahan ini seakan-akan PBB meyakini terjadinya pemanasan global ini, tidak hanya organisasi, media sebesar BBC, National Geographic, dll tetap memberitakan fakta-fakta yang mendukung teori pemanasan global ini. Atau memang sehebat itukah Al Gore dalam menciptakan sebuah teori sehingga bisa mempengarui dunia. Terlepas dari polemik itu semua, kita harus tetap bijak dalam memperlakukan bumi. Pemanasan global ini terjadi atau tidak, mencintai lingkungan merupakan suatu keharusan seluruh umat manusia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.