Apa yang selalu identik jika seseorang berkata terkait kawasan konservasi. Apakah setiap orang akan paham arti kawasan konservasi. Berdasarkan penuturan masyarakat di sekitar kawasan, mereka sadar betul bahwa kawasan konservasi harus dijaga. Namun kenapa masih saja ada yang secara sadar mengambil kayu, merusak biodiversitas bahkan terkadang memutus tali rantai makanan dengan mematikan salah satu satwa
Berdasarkan sejarah konservasi sumber daya alam dan ekosistem (KSDAE) bahwa Kawasan konservasi terbentuk pada tanggal 22 Juli 1912 dengan berdiri suatu Perkumpulan Perlindungan Alam yang bernama ”Netherlandsh Indische Vereeniging Tot Natuur Bescherming” yang mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk ”melindungi alam Indonesia dari kerusakan”. Diusulkan 12 lokasi sebagai Cagar Alam yaitu beberapa danau di Banten, Pulau Krakatau, dan Pulau Panaitan, laut Pasir Bromo, Pulau Nusa Barung, Semenanjung Purwo dan Kawah Ijen. Kemudian mengalami perkembangan dan penambahan jumlah kawasan konservasi. Sampai saat ini sudah terdapat 554 kawasan konservasi (Data statistik, 2018).
Menarik sekali sejarah kawasan konservasi ini terbentuk dimana sejarah konservasi sumber daya alam di indonesia secara sederhana dibagi menjadi tiga priode, yaitu : zaman kerajaan nusantara, zaman colonial dan zaman kemerdekaan. Yang mana dari tiga periode tersebut saling terhubung karena seyogya nya kawasan konservasi ada untuk membangun hubungan harmonis dengan alam. Berdasarkan undang-undang No 41 tahun 1999 bahwa kawasan konservasi merupakan kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Hubungan harmonis dengan alam hingga saat ini masih terasa. Keseluruhan kawasan konservasi ini sangat penting bagi masyarakat dan wilayah sekitarnya karena berfungsi sebagai penyangga kehidupan dalam satuan ekosistem sumberdaya alam. Oleh karena itu kawasan ini memiliki nilai strategis yang sangat penting dalam upaya mewujudkan implementasi pilar-pilar konservasi. Kawasan konservasi juga telah diberikan ruang kelola didalamnya agar manusia mampu beradaptasi dengan kawasan yang berada di sekitarnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kawasan konservasi akan selalu identik dengan masyarakat sekitarnya baik dari segi ekonomi maupun sosialnya dan budaya. Beberapa kawasan konservasi seperti Taman Nasional (TN) Betung Kerihun dan Danau Sentarum dan TN Ujung Kulon menghasilkan madu, TN Gunung leuser terkait wisata yang masyarakat menggantungkan hidup terhadap kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Terdapat juga TN Gunung Merapi yang menyediakan rumput yang dimanfatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan hidup sehari-hari (sebagai pakan ternak). Masyarakat mengandalkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Hal ini memberikan arti bahwa kawasan konservasi harusnya mampu mensejahterakan masyarakat di sekitarnya dengan keanekaragaman hayati yang ada namun tetap dengan ruang kelola yang sudah tertera dalam kebijakan/ aturan yang ada. Masyarakat merupakan suatu kesatuan dengan kawasan konservasi mengingat dalam kesempatan, masyarakat yang akan menjadi mitra setiap unit pengelola dalam menjaga kawasan konservasi. Sehingga interaksi yang ada antara masyarakat dan kawasan konservasi terjaga. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian di TN kayan Mentarang bahwa hanya keterlibatan masyarakat lokal yang membantu dalam mengurangi resiko perambahan dan sekaligus menjaga keamanan kawasan.
Kawasan konservasi mempunyai “makna” yang sangat berarti bagi masyarakat. Nilai-nilai penting kawasan konservasi sebagai penyedia biodiversitas serta mampu mensejahterahkan masyarakat setempat. Tekanan, konflik maupun kepentingan yang ada yang terkadang mempengaruhi perubahan kawasan konservasi seyogyanya dapat dapat diseimbangkan dengan merangkul masyarakat dan meyeimbangkan kepentingan konservasi. Dengan kawasan konservasi terjaga, manfaat akan dirasakan oleh masyarakat.
Penulis : Aldila Paramita (Penyuluh TNGM)
Editor : Kristiani Fajar Wianti